1. Pengertian matematika sekolah
Menurut Reyt.,et al. (1998:4) matematika adalah (1) studi pola dan hubungan (study of patterns and relationships) dengan demikian masing-masing topik itu akan saling berjalinan satu dengan yang lain yang membentuknya, (2). Cara berpikir (way of thinking)
yaitu memberikan strategi untuk mengatur, menganalisis dan mensintesa
data atau semua yang ditemui dalam masalah sehari-hari, (3). Suatu seni
(an art) yaitu ditandai dengan adanya urutan dan konsistensi internal, dan (4) sebagai bahasa (a language)
dipergunakan secara hati-hati dan didefinisikan dalam term dan symbol
yang akan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi akan sains,
keadaan kehidupan riil, dan matematika itu sendiri, serta (5) sebagai
alat (a tool) yang dipergunakan oleh setiap orang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Sedangkan
mengenai pengertian matematika sekolah Erman Suherman (1993:134)
mengemukakan bahwa matematika sekolah merupakan bagian matematika yang
diberikan untuk dipelajari oleh siswa sekolah (formal), yaitu SD, SLTP,
dan SLTA. Menurut Soedjadi (1995:1) matematika sekolah adalah bagian
atau unsur dari matematika yang dipilih antara lain dengan pertimbangan
atau berorentasi pada pendidikan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa matematika sekolah adalah matematika yang telah dipilah-pilah dan
disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa, serta
digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan
berpikir bagi para siswa.
2. Karakteristik matematika sekolah
Agar
dalam penyampaian materi matematika dapat mudah diterima dan dipahami
oleh siswa, guru harus memahami tentang karakteristik matematika
sekolah. Menurut Soedjadi (2000:13) matematika memiliki karakteristik :
(1) memiliki obyek kajian abstrak, (2). Bertumpu pada kesepakatan, (3)
berpola piker deduktif, 4). Memiliki symbol yang kosong dari arti, (5).
Memperhatikan semesta pembicaraan, dan (6). Konsisten dalam sistemnya.
Sedang menurut Depdikbud (1993:1) matematika memiliki ciri-ciri, yaitu
(1). Memiliki obyek yang abstrak, (2). Memiliki pola piker deduktif dan
konsisten, dan (3) tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Berdasarkan
hal tersebut di atas dalam pembelajaran matematika perlu disesuaikan
dengan perkembangan kognitif siswa, dimulai dari yang konkrit menuju
abstrak. Namun demikian meskipun obyek pembelajaran matematika adalah
abstark, tetapi mengingat kemampuan berpikir siswa Sekolah Dasar yang
masih dalam tahap operasional konkrit, maka untuk memahami konsep dan
prinsip masih diperlukan pengalaman melalui obyek konkrit (Soedjadi,
1995:1). Suatu konsep diangkat melalui manipulasi dan observasi
terhadap obyek konkrit, kemudian dilakukan proses abstraksi dan
idealisasi. Jadi dalam proses pembelajaran matematika di SD peranan
media/alat peraga sangat penting untuk pemahaman suatu konsep atau
prinsip. Heinich., et al. (1996:21) mengemukakan “adaptation of media
and specially designed mean can contribute enormously to effective
instructional …”.Hal tersebut mengandung maksud bahwa media yang sesuai
dan dirancang khusus akan dapat memberikan dukungan yang sangat besar
terhadap efektifitas pembelajaran.
Pelaksanaan
pembelajaran matematika juga dimulai dari yang sederhana ke kompleks.
Menurut Karso (1993:124) matematika mempelajari tentang pola
keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan. Konsep-konsep
matematika tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis
mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling
kompleks.
Skemp
(1971:36) menyatakan bahwa dalam belajar matematika meskipun kita telah
membuat semua konsep itu menjadi baru dalam pikiran kita sendiri, kita
hanya bisa melakukan semua ini dengan menggunakan konsep yang kita
capai sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut dalam matematika terdapat
topic atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau
konsep selanjutnya. Dengan demikian dalam mempelajari matematika,
konsep sebelumnya harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami
konsep-konsep selanjutnya. Hal ini tentu saja membawa akibat kepada
bagaimana terjadinya proses belajar mengajar atau pembelajaran
matematika. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika tidak dapat
dilakukan secara melompat-lompat tetapi harus tahap demi tahap, dimulai
dengan pemahaman ide dan konsep yang sederhana sampai kejenjang yang
lebih kompleks. Seseorang tidak mungkin mempelajari konsep lebih tinggi
sebelum ia menguasai atau memahami konsep yang lebih rendah.
Berdasarkan hal tersebut mengakibatkan pembelajaran berkembang dari yang mudah ke yang sukar, sehingga dalam memberikan contoh guru juga harus memperhatikan tentang tingkat kesukaran dari materi yang disampaikan, dengan demikian dalam pembelajaran matematika contoh-contoh yang diberikan harus bervariasi dan tidak cukup hanya satu contoh.
Berdasarkan hal tersebut mengakibatkan pembelajaran berkembang dari yang mudah ke yang sukar, sehingga dalam memberikan contoh guru juga harus memperhatikan tentang tingkat kesukaran dari materi yang disampaikan, dengan demikian dalam pembelajaran matematika contoh-contoh yang diberikan harus bervariasi dan tidak cukup hanya satu contoh.
Disamping
itu pembelajaran matematika hendaknya bermakna, yaitu pembelajaran yang
mengutamakan pengertian atau pemahaman konsep dan penerapannya dalam
kehidupan. Agar suatu kegiatan belajar mengajar menjadi suatu
pembelajaran yang bermakna maka kegiatan belajar mengajar harus
bertumpu pada cara belajar siswa aktif (CBSA). Menurut Chickering dan
Gamson (Bonwell dan Eison, 1991:1) dalam belajar aktif siswa harus
melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar mendengarkan, untuk bisa
terlibat aktif para siswa itu harus terlibat dalam tugas yang perlu
pemikiran tingkat tinggi seperti tugas analisis, sintesis, dan
evaluasi. Oleh karena itu dalam rangka mewujudkan CBSA guru harus
berusaha mencari metode mengajar yang dapat menyebabkan siswa aktif
belajar.
Pembelajaran
matematika hendaknya menganut kebenaran konsistensi yang didasarkan
kepada kebenaran-kebnaran terdahulu yang telah diterima, atau setiap
struktur dalam matematika tidak boleh terdapat kontradiksi. Matematika
sebagai ilmu yang deduktif aksiomatis, dimana dalil-dalil atau
prinsip-prinsip harus dibuktikan secara deduktif. Tetapi mengingat
kemampuan berpikir siswa SD, penerapan pola deduktif tidak dilakukan
secara ketat. Hal itu sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soedjadi
(1995:1) bahwa struktur sajian matematika tidak harus menggunakan pola
pikir deduktif semata, tetapi dapat juga digunakan pola pikir induktif.
3. Tujuan pembelajaran matematika sekolah
Di
dalam GBPP mata pelajaran matematika SD disebutkan bahwa tujuan yang
hendak dicapai dari pembelajaran matematika sekolah adalah:
- Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari
- Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan matematika.
- Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
- Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. (Depdikbud, 1993:40)
Sedangkan tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP pada SD/MI adalah sebagai berikut:
- Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
- Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
- Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
- Mengkomunkasikan gagasan dengan simbol, table, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
- Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006 : 417).
source : Model Pembelajaran
0 Comment:
Posting Komentar